Tari Jejer Gandrung: Warisan Leluhur yang Tetap Relevan di Era Digital

Aku ingat pertama kali lihat Tari Jejer Gandrung, itu bukan di panggung besar atau festival kebudayaan mewah, tapi di acara pernikahan teman dekat di Banyuwangi. Jujur aja, sebelumnya aku pikir ini cuma tarian tradisional biasa yang kadang bikin bosan. Tapi malam itu? Wow, semua berubah.

Gadis penarinya berdiri anggun, pakai kostum warna emas merah mencolok, dengan mahkota khas Tari Jejer Gandrung di kepala. Gerakannya lembut tapi penuh semangat, kayak dia lagi bercerita dengan tubuhnya. Musik gamelan yang mengiringi, bikin suasana magis banget. Aku merinding. Serius.

Sejak saat itu aku jadi penasaran. Apa sih sebenarnya cerita di balik tarian ini?

Asal-Usul dan Makna Tari Jejer Gandrung

keindahan penari menarikan Tari Jejer Gandrung

Buat yang belum tahu,Cultured Tari Jejer Gandrung berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. “Gandrung” sendiri artinya tergila-gila atau jatuh cinta. Tapi bukan cinta sembarang cinta ya. Ini lebih ke cinta kepada Dewi Sri, dewi padi dan kesuburan.

Awalnya, tarian ini adalah bentuk syukur masyarakat setelah panen raya. Jadi bukan cuma sekadar hiburan, tapi punya makna spiritual dan sosial yang kuat. Penari Gandrung biasanya perempuan, dan mereka tampil dengan gerakan halus, memainkan selendang, serta sesekali berinteraksi dengan penonton pria yang disebut “pemaju”.

Yang unik, sebelum jadi hiburan rakyat seperti sekarang, dulu Tari Gandrung hanya ditampilkan dalam upacara adat. Tapi seiring waktu, dia jadi ikon budaya yang tampil di berbagai event—dari skala kecil sampai festival internasional.

Pelajaran yang Saya Petik: Tarian Ini Bukan Sekadar Gerak Tubuh

Setelah ngobrol dengan salah satu penari Tari Jejer Gandrung, Mbak Tia namanya, saya jadi sadar… untuk bisa menari Gandrung itu bukan cuma soal menghafal gerakan. Tapi juga memahami filosofi dan emosi di balik tiap gerakan. Bahkan, katanya, kalau penarinya gak “connect” dengan musik dan cerita yang dibawakan, penonton juga bakal ngerasa hambar.

Itu pelajaran penting banget. Kadang kita lihat sesuatu di permukaan aja, padahal di baliknya ada nilai, kerja keras, dan identitas budaya yang gak main-main.

Kenapa Tari Jejer Gandrung Wajib Dilestarikan?

Nah ini yang penting. Di tengah gempuran budaya pop, TikTok dance, dan segala macam tren digital, Tari Jejer Gandrung bisa banget tergerus kalau gak dijaga. Padahal ini warisan. Sesuatu yang membentuk identitas masyarakat Banyuwangi dan bahkan Indonesia secara luas.

Bayangin aja, kalau 10–20 tahun ke depan anak-anak muda kita lebih kenal dance Korea ketimbang tarian daerah sendiri. Sedih, kan?

Menurutku, pelestarian itu gak harus selalu formal. Gak melulu lewat festival atau lomba. Bisa mulai dari hal kecil:

  • Ajakin anak-anak nonton pementasan Gandrung.

  • Bikin konten edukatif tentang tarian ini di YouTube atau Instagram.

  • Atau bahkan sekadar ngobrolin ini pas kumpul keluarga, biar gak punah dari obrolan generasi ke generasi.

Jejer Gandrung dan Perjalanan Budaya yang Terus Hidup

Yang bikin aku salut, di Banyuwangi, pemda dan seniman lokal aktif banget ngangkat Jejer Gandrung ke kancah nasional dan internasional. Bahkan ada Festival Gandrung Sewu tiap tahun, di mana ribuan penari tampil bareng di pantai Boom. Merinding deh lihatnya.

Dan yang keren, sekarang makin banyak anak muda yang mau belajar Gandrung. Sekolah-sekolah seni lokal bahkan ada kelas khususnya. Ini bukti kalau budaya gak harus ketinggalan zaman. Justru bisa adaptif asal dikemas dengan cara yang relevan.

Pengalaman Pribadi Belajar Gerakan Dasar Jejer Gandrung (dan Rasa Malunya)

Oke, ini lucu sih. Waktu iseng ikut workshop singkat Tari Jejer Gandrung di sanggar budaya, aku pikir gampang. Ternyata? Salah besar.

Gerakannya memang terlihat lembut, tapi menjaga keseimbangan sambil ekspresif itu susah banget. Aku kaku kayak robot. Belum lagi harus senyum manis sepanjang tarian, padahal napas udah tinggal setengah.

Tapi dari pengalaman itu, aku jadi makin kagum sama para penari. Mereka gak cuma punya teknik, tapi juga dedikasi. Dan ya, sedikit rasa malu waktu gagal juga ngasih pelajaran bahwa ngelestarikan budaya itu kadang butuh keluar dari zona nyaman.

Tips Praktis Kalau Kamu Mau Mulai Belajar atau Mengenal Tari Jejer Gandrung

Kalau kamu tertarik ikut melestarikan budaya ini, berikut beberapa tips based on pengalaman pribadi dan obrolan dengan penari asli:

  1. Mulai dari Menonton
    Banyak video pementasan di YouTube. Pilih yang dari Banyuwangi langsung, biasanya lebih otentik.

  2. Ikut Workshop
    Banyak sanggar budaya sekarang buka kelas pemula. Jangan takut malu—semua juga belajar dari nol.

  3. Baca Sejarahnya
    Ada banyak buku atau artikel yang bisa bantu kamu ngerti konteks dan filosofi tari ini.

  4. Sebar Cerita
    Bisa lewat blog, medsos, atau bahkan obrolan santai. Budaya hidup karena dibicarakan.

Menari Bersama Warisan Leluhur

Menari Bersama Warisan Leluhur

Tari Jejer Gandrung bukan cuma gerakan indah di panggung. Dia adalah napas masa lalu yang terus berhembus ke masa depan. Aku bersyukur pernah menyaksikannya, belajar sepotong kecil gerakannya, dan terutama—merasakan getaran budayanya.

Kalau kamu pernah lihat atau menari Gandrung, yuk share ceritamu juga. Siapa tahu, dari cerita sederhana itu, satu dua orang jadi ikut menjaga warisan kita ini.

Transformasi Jejer Gandrung: Dari Ritual ke Panggung Dunia

Kalau kita telusuri lebih dalam, perjalanan Tari Jejer Gandrung tuh luar biasa panjang dan penuh adaptasi. Dulu banget, tarian ini cuma ditampilkan saat panen padi sebagai wujud syukur. Tapi zaman berubah, dan Gandrung pun berevolusi. Ia keluar dari halaman rumah penduduk, lalu naik ke panggung-panggung seni, kemudian merambah acara resmi hingga jadi wakil budaya Indonesia di luar negeri.

Aku pernah ngobrol sama salah satu dosen seni pertunjukan di kampus seni Yogyakarta. Beliau bilang, Gandrung itu contoh sempurna dari budaya yang “hidup”—bukan cuma dijaga, tapi juga dikembangkan. Ada versi tradisional, ada versi kontemporer, bahkan ada yang diiringi musik modern untuk menarik minat generasi muda. Tapi nilai dan semangatnya tetap sama: cinta, syukur, dan keindahan.

Dampak Sosial dan Ekonomi: Tari yang Menjadi Penggerak Komunitas

Yang sering orang lupa, tarian tradisional seperti Jejer Gandrung juga punya dampak ekonomi dan sosial yang gak main-main. Misalnya di Banyuwangi, tarian ini menghidupi banyak profesi:

  • Penari dan pelatih tari

  • Pembuat kostum dan perias

  • Pengrajin properti tari seperti mahkota dan selendang

  • Fotografer dan videografer untuk dokumentasi pertunjukan

  • Sampai penjual makanan di sekitar acara tari rakyat

Gandakan itu di setiap pertunjukan, festival, atau kelas sanggar. Kita bisa lihat, betapa satu bentuk seni ini bisa menggerakkan ekonomi lokal sambil menjaga warisan budaya.

Dari sisi sosial, Tari Jejer Gandrung juga membangun identitas komunitas. Banyak anak muda Banyuwangi merasa bangga karena punya budaya sendiri yang keren dan dikenal luas. Bahkan beberapa sekolah sudah mulai mewajibkan muatan lokal kesenian daerah, dan Jejer Gandrung jadi salah satu favorit.

Digitalisasi dan Media Sosial: Jejer Gandrung di Era TikTok dan Instagram

Nah, ini bagian yang menurutku menarik dan relevan banget dengan zaman sekarang. Beberapa waktu lalu, aku nemu video Tari Gandrung versi modern di Instagram. Musiknya dikombinasiin sama beat kontemporer, tapi tetap pakai gerakan klasik Jejer Gandrung. Penarinya? Anak SMA yang viral karena energik banget.

Di TikTok juga mulai banyak yang bikin “Gandrung Challenge”—gerakan sederhana dari Jejer Gandrung yang dijadikan tantangan. Ada pro dan kontra sih. Tapi buatku, selama itu gak merusak esensi dan tetap menghormati tarian ini, kenapa enggak?

Digitalisasi ini malah bisa jadi cara baru memperkenalkan budaya ke generasi muda. Bayangin aja kalau kamu scrolling IG Reels dan nemu tarian daerah yang keren banget, pasti kamu pengen tahu lebih lanjut, kan?

Baca juga artikel menarik lainnya tentang Kesatrian Ageng: Pakaian Adat yang Memancarkan Kearifan Lokal  disini

Authors