Contents
- 1 Tata Ruang Desa yang Rapi: Bukan Sekadar Estetika, Tapi Filosofi
- 1.1 Masyarakatnya Ramah dan Penuh Kearifan Lokal
- 1.2 Pengalaman Ikut Upacara Adat yang Tak Terlupakan
- 1.3 Lingkungan yang Bersih dan Bebas Polusi
- 1.4 Tiket Masuk dan Jam Operasional Desa Penglipuran Bali
- 1.5 Oleh-Oleh Khas Desa Penglipuran Bali yang Wajib Dicoba
- 1.6 Tips Berkunjung ke Desa Penglipuran Supaya Lebih Berkesan
- 1.7 Kenapa Desa Penglipuran Cocok Untuk Healing dan Melepaskan Stres?
- 1.8 Desa yang Memenangkan Banyak Penghargaan Internasional
- 1.9 Pelajaran Penting yang Saya Dapat dari Desa Penglipuran
- 1.10 Kapan Kamu ke Desa Penglipuran?
- 2 Author
Desa Penglipuran Bali Saya masih ingat betul saat pertama kali menginjakkan kaki di Desa Penglipuran. Lokasinya memang agak jauh dari keramaian Kuta atau Seminyak, tapi justru itu yang bikin desa ini istimewa. Begitu sampai, saya langsung merasa seperti masuk ke dunia lain yang penuh ketenangan dan keteraturan.Alamat lengkap Desa Penglipuran ini berada di:Desa Penglipuran, Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali 80661. Kalau dari Kota Denpasar, jaraknya sekitar 45 km atau kurang lebih 1,5 jam perjalanan dengan mobil atau motor. Yang bikin saya langsung jatuh hati? Udara sejuk, jalanan bersih tanpa kendaraan bermotor, dan rumah-rumah tradisional yang tertata rapi. Ada perasaan damai yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Tata Ruang Desa yang Rapi: Bukan Sekadar Estetika, Tapi Filosofi
Travel Desa Penglipuran Bali bukan cuma cantik secara visual, tapi juga sarat makna. Setiap susunan rumah, pekarangan, dan pura kecil yang tersebar di sepanjang jalan punya filosofi yang mendalam.
Saya sempat ngobrol dengan salah satu warga lokal. Beliau menjelaskan bahwa desa ini dibangun berdasarkan konsep “Tri Mandala” – pembagian wilayah menjadi tiga zona: utama, madya, dan nista. Zona utama berada di bagian atas desa (arah gunung), zona madya di tengah, dan zona nista di bagian bawah. Semuanya disusun berdasarkan arah mata angin dan nilai spiritual.
Serius deh, itu bikin saya merasa bahwa kehidupan di sini begitu seimbang dan penuh rasa hormat terhadap alam maupun leluhur.
Masyarakatnya Ramah dan Penuh Kearifan Lokal
Selama berkeliling, saya menyapa beberapa warga yang sedang menyapu halaman atau duduk santai di teras rumah. Semua menyambut dengan senyuman hangat. Bahkan, beberapa dari mereka menawarkan untuk mampir melihat-lihat isi rumah tradisional mereka.
Waktu itu saya ditunjukkan interior rumah Bali klasik. Mulai dari bale dauh (tempat tidur anak lelaki), bale dangin (untuk upacara), sampai dapur yang masih menggunakan tungku tanah liat. Rasanya seperti belajar langsung dari buku sejarah hidup.
Saya jadi sadar, keramahan warga bukan dibuat-buat karena wisata, tapi memang dari hati. Ada pelajaran penting soal kesederhanaan dan penghargaan terhadap hidup yang saya bawa pulang dari desa ini.
Pengalaman Ikut Upacara Adat yang Tak Terlupakan
Beruntung banget, waktu saya ke sana, kebetulan sedang ada upacara kecil di pura desa. Warganya mengenakan pakaian adat Bali dengan warna putih dan kuning. Musik gamelan mengalun lembut di kejauhan, diselingi aroma dupa dan bunga kamboja.
Saya duduk di kejauhan, tidak ingin mengganggu. Tapi seorang ibu mendekat dan bilang saya boleh menonton asalkan sopan dan tidak mengambil foto sembarangan. Saya merasa sangat dihormati, padahal saya hanya pendatang.
Momen itu menyentuh banget. Saya jadi paham, bahwa desa ini bukan cuma tempat wisata, tapi juga ruang sakral yang masih hidup dan terus dijaga warganya.
Lingkungan yang Bersih dan Bebas Polusi
Salah satu hal yang paling mencolok dari Desa Penglipuran Bali adalah kebersihannya. Gak ada sampah berserakan, gak ada asap kendaraan bermotor, dan gak ada suara bising yang bikin pusing.
Saya sempat tanya ke warga, ternyata desa ini memang memiliki aturan adat yang melarang penggunaan kendaraan bermotor di dalam area inti desa. Jadi, semua pengunjung harus parkir di luar, lalu masuk dengan berjalan kaki.
Kesan bersih dan tenang itu bukan hasil instan. Warga desa punya jadwal gotong royong rutin, bahkan ada sanksi adat buat yang buang sampah sembarangan. Saya jadi mikir, kalau semua desa di Indonesia bisa seperti ini, pasti lingkungan kita jauh lebih sehat.
Tiket Masuk dan Jam Operasional Desa Penglipuran Bali
Oke, buat yang penasaran dan pengin datang langsung, berikut info praktisnya:
Jam buka: 08.00 – 18.00 WITA
Tiket masuk (update terakhir):
Dewasa lokal: Rp 15.000
Anak-anak lokal: Rp 10.000
Wisatawan asing: Rp 30.000
Harga segini menurut saya sangat terjangkau, mengingat pengalaman dan pembelajaran yang kita dapatkan di sini.
Dan jangan khawatir, fasilitasnya juga memadai. Ada area parkir luas, toilet bersih, dan warung-warung kecil yang menjual minuman serta makanan ringan khas Bali.
Oleh-Oleh Khas Desa Penglipuran Bali yang Wajib Dicoba
Nah, ini bagian favorit saya. Di sepanjang jalan desa, banyak ibu-ibu yang menjual jajanan tradisional. Salah satu yang wajib dicoba adalah klepon penglipuran. Rasanya beda dari klepon biasa – teksturnya lebih kenyal, dan kelapanya disangrai lebih wangi.
Selain itu, ada juga kerajinan tangan seperti anyaman bambu, kain tenun, dan dupa wangi yang dibuat langsung oleh warga desa. Saya sempat beli satu anyaman tempat tisu, dan sampai sekarang masih saya pakai di rumah. Rasanya seperti membawa sepotong ketenangan desa ke kehidupan sehari-hari.
Tips Berkunjung ke Desa Penglipuran Supaya Lebih Berkesan
Karena ini desa adat yang sakral, ada baiknya kita datang dengan penuh hormat. Berikut beberapa tips berdasarkan pengalaman saya:
Pakai pakaian sopan – Tidak harus pakai adat, tapi hindari pakaian terbuka.
Jaga ketenangan – Hindari berteriak atau memutar musik keras.
Tanya dulu sebelum memotret – Apalagi kalau ada upacara atau kegiatan pribadi warga.
Bawa uang tunai kecil – Buat beli oleh-oleh atau donasi sukarela.
Datang pagi – Supaya suasananya masih sejuk dan belum terlalu ramai.
Dengan mematuhi aturan-aturan kecil ini, kunjungan kita akan terasa lebih berkesan dan tentunya lebih dihargai oleh warga lokal.
Kenapa Desa Penglipuran Cocok Untuk Healing dan Melepaskan Stres?
Saya pernah datang ke desa ini saat sedang penat dengan rutinitas kota. Pekerjaan numpuk, kepala penuh beban, dan rasanya otak udah nge-freeze total. Tapi setelah dua jam duduk diam di bale-bale bambu desa ini, semua jadi lebih ringan.
Heningnya bukan kosong, tapi menenangkan. Saya bisa mendengar suara angin, burung, dan bahkan dedaunan yang bergesekan. Gak ada notifikasi WhatsApp, gak ada email masuk. Hanya saya dan alam.
Kalau kamu merasa hidupmu terlalu cepat atau berisik, coba deh sekali-sekali mampir ke Desa Penglipuran Bali. Saya jamin, pulangnya kamu akan merasa jauh lebih utuh.
Desa yang Memenangkan Banyak Penghargaan Internasional
Desa Penglipuran Bali gak cuma tenar di Indonesia, tapi juga sudah dikenal dunia. Beberapa tahun lalu, desa ini masuk daftar desa terbersih di dunia versi Green Destinations Foundation.
Saya juga sempat baca bahwa desa ini mendapat Sustainable Destinations Top 100 di Belanda. Ini bukti nyata bahwa menjaga tradisi dan lingkungan bisa sejalan dengan kemajuan pariwisata.
Dan yang bikin saya bangga, semua itu dicapai tanpa harus mengorbankan jati diri desa. Mereka tetap pegang teguh adat, dan itu yang justru bikin desa ini semakin istimewa.
Pelajaran Penting yang Saya Dapat dari Desa Penglipuran
Kalau boleh jujur, Desa Penglipuran Bali bukan tempat wisata biasa. Ia adalah guru dalam bentuk desa. Selama di sana, saya belajar bahwa ketenangan itu bukan hasil dari kemewahan, tapi dari keseimbangan.
Saya juga belajar bahwa hidup bisa terasa lebih berarti kalau kita saling menghormati, menjaga lingkungan, dan menyatu dengan alam. Dan yang paling penting, saya jadi lebih menghargai warisan budaya kita sendiri.
Desa Penglipuran Bali ngajarin saya bahwa Indonesia itu kaya, bukan cuma sumber daya, tapi juga nilai-nilai kehidupan yang luar biasa.
Kapan Kamu ke Desa Penglipuran?
Kalau kamu lagi cari tempat yang gak cuma cantik tapi juga bikin hati adem, Desa Penglipuran bisa jadi pilihan terbaik. Dengan budaya yang masih hidup, lingkungan yang bersih, dan masyarakat yang ramah, kamu gak akan pulang dengan tangan kosong—setidaknya hati kamu bakal lebih tenang.Dan ingat, alamatnya ini ya biar gak nyasar:Desa Penglipuran, Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali 80661. Jangan lupa bawa kamera, tapi yang lebih penting: bawa hati yang siap belajar dan menghargai
Baca Juga Artikel Berikut: Kampung Warna Warni: Warna-Warni Kehidupan di Tengah Kota